Ilustrasi: Google Chrome
Hari ini akhirnya tiba. Hari saat sekolah SMP Tunas
Unggul mengadakan pertukaran murid, antara Jepang dan Indonesia. Masing-masing
dari kami mengirimkan tiga murid. Aku, Phalosa, dan Nadif sedang menunggu
kedatangan ketiga murid tersebut. “Hey, apa mungkin, kita harus bicara Bahasa
Inggris terlebih dahulu? Menanyakan mereka, apakah mereka berbicara Bahasa
Indonesia,” Nadif bertanya padaku dan Phalosa. Lalu, Phalosa menjawab, “Mungkin,
kita harus menanyakan mereka dulu. Rizky, kamu jago Bahasa Inggris, kamu yang
tanyakan.” Aku hanya mengangguk untuk menjawab. Setelah beberapa menit
menunggu, mereka akhirnya datang. Kami bertiga berjalan mendekati mereka, dan
mereka berjalan mendekati kami. “Excuse
me, but are you, Athena Kutsushi, Karma Maehara, and Isogai Yanagisawa?”
aku bertanya. “Yes. Are you, Rizky,
Nadif, and Phalosa?” Isogai bertanya. Aku mengangguk untuk menjawab
pertanyaan mereka. “Do you speak
Indonesian?” Aku bertanya kepada mereka. Lalu, Athena bilang, “Ya, kami
bisa berbicara Bahasa Indonesia, tetapi belum terlalu lancar. Semoga kalian
bisa memahami kami.” Setelah itu, kami disuruh untuk mendampingi murid-murid
tersebut.
Nadif bersama Isogai, Phalosa bersama Karma, dan Aku bersama Athena. Kami harus
memberi murid-murid Jepang ini tur di Bandung. Kami menaiki sebuah mobil yang
sama, untuk ke tempat yang sudah diberitahukan oleh guru. Destinasi pertama
kami adalah Monumen Perjuangan. Sekarang, kami berenam dalam perjalanan menuju
monumen tersebut. Saat yang lain senang mengobrol kepada satu sama lain, Athena
bertanya, “Rizky, kamu orang mana?” Pertamanya, aku tidak mengerti, tapi aku
akhirnya mengerti. “Oh ya! Aku orang Sunda,” jawabku. Dia mengangguk-angguk,
tapi sepertinya dia tidak mengerti sama sekali. “Biar kujelaskan. Orang Sunda
adalah kesukuan orang-orang dari bagian Barat Jawa. Kesukuan Sunda juga adalah
kesukuan kedua paling besar setelah orang-orang kesukuan Jawa.” Setelah
penjelasan itu, dia mulai mengerti. Lalu dia bertanya lagi, “Apakah orang-orang
Sunda punya kebudayaan?” Mendengar itu, aku merasa tersinggung sedikit, karena harusnya
dia sudah tahu bahwa setiap suku punya kebudayaan tersendiri! Tapi, aku meredam
rasa kesalku, dan menjawab “Tentu saja Suku Sunda punya kebudayaan yang sangat
menjunjung tinggi sopan santun. Pada umumnya, orang-orang sunda juga periang,
ramah-ramah atau dalam Bahasa Sunda disebut soméah.
Mereka juga murah senyum, lemah-lembut, dan sangat menghormati orang-orang yang
lebih tua.” Saat aku melihat wajahnya, dia seperti anak kecil yang baru belajar
penjumlahan. Lalu, dia bertanya lagi, "Berarti, kamu bisa bicara Bahasa
Sunda?" Mungkin dia masih tidak bisa berpikir cepat. Aku hanya mengangguk
untuk menjawab pertanyaan dia. "Bisakah kamu contohkan?" dia bertanya
lagi. Aku menghembuskan nafas, dan bilang, “Néng
téh geulis pisan." Dia terlihat sangat puas, mendengarku berbicara
Bahasa Sunda. Tiba-tiba, ban mobil yang kami tumpangi, meletus.
"Sepertinya kita harus
menunggu bantuan teman polisiku dulu di sini." Lalu kutelepon seseorang
untuk membantuku. Karena sebenarnya aku tidak punya teman polisi. "Rizky,
jelaskan lebih banyak lagi tentang Budaya Sunda," dia meminta kepadaku.
Aku melihat ke matanya, dan aku bisa melihat, dia penuh rasa ingin tahu.
“Baiklah.” Dia mengangguk dengan semangat. “Ada juga yang namanya nilai-nilai sunda,
yaitu Silih Asih, Silih Asah dan Silih Asuh, yang berarti saling
mengasihi, saling menyempurnakan atau memperbaiki, dan saling melindungi. Masyarakat
Sunda juga memiliki kesenian tersendiri. Di antaranya adalah Wayang Golek.
Wayang Golek adalah boneka kayu yang dimainkan berdasarkan karakter tertentu
dalam suatu cerita pewayangan. Ada juga alat-alat musik tradisional, seperti
angklung, reak, dan lain-lain.” Lalu dia bertanya lagi, “Angklung dan reak itu
seperti apa?” Gadis ini, dia pasti mendapatkan nilai seratus dalam semua
pelajaran, karena banyak bertanya. Bagiku, mungkin terlalu banyak bertanya. Tetapi,
aku disini untuk menjelaskan segalanya tentang kebudayaan Sunda. "Angklung
adalah suatu instrumen musik yang terbuat dari bambu yang unik dan enak
didengar. Angklung juga sudah menjadi salah satu Kebudayaan Sunda, dan
telah menjadi salah satu warisan bagi
Indonesia. Seni Reak, atau kuda lumping, adalah sebuah pertunjukan yang terdiri
dari empat alat musik ritmis yang berbentuk seperti drum yang terbuat dari kayu
dan alas yang dipukul terbuat dari kulit sapi, yang disebut dog-dog yang ukurannya beragam, yaitu Tilingtit, yaitu berukuran kecil, Tung, yaitu lebih besar dari Tilingtit, Brung, yaitu kedua terbesar,
dan yang terakhir, Badoblag, yaitu
ukuran yang paling besar. Itulah Budaya Sunda.” Dia mengangguk-angguk lagi. Dia
mengerti, dan aku tidak usah menjelaskan apa-apa lagi, untuk sekarang. Setelah
beberapa saat, akhirnya, ban yang meletus sudah diganti dengan ban cadangan
yang ada di belakang. Akhirnya, kami kembali dalam perjalanan menuju Monumen
Perjuangan.
Setelah beberapa saat, kami
semua akhirnya sampai, di Monumen Perjuangan. Monumen itu berbentuk seperti
beberapa bilah bambu yang besar. Lalu, di belakangnya ada pepohonana yang cukup
rindang dan subur. Yang terpampang paling jelas adalah adalah lambang garuda
Indonesia. Aku melihat Athena dan teman-temannya, dan saat melihat wajah
mereka, aku tahu saat itu, mereka menginginkan lebih banyak penjelasan, tentang
Monumen Perjuangan. “Athena, Isogai, Karma, bilang saja kalau kamu inginkan
sesuatu,” aku bilang pada mereka. Setelah itu, mereka bertiga berlari menuju
dalam Monumen tersebut. Aku melihat pada jam tanganku, dan jam itu menunjukkan
sekarang itu pukul 9 pagi. Waktu terasa sangat lambat saat kau menemani
seseorang yang tidak tahu apa-apa tentang banyak tempat, karena aku, Phalosa,
dan Nadif pergi dari apartemen yang kami sewa, pukul 8 pagi.
Setelah itu, kami menyusul
mereka ke dalam Monumen tersebut. Saat di dalam, mereka ada di sana, menunggu
kami untuk menghampiri. “Baiklah. Apakah ada hal yang ingin kalian ketahui?”
Aku bertanya kepada mereka. Lalu, Athena menjawab, “Aku ingin tahu sejarah Dewi
Sartika.” Aku mengangguk-angguk, karena pertanyaan kali ini sangatlah berat,
tetapi tidak ada hal yang mustahil bagi aku, kecuali membuat orang mati hidup
kembali, dan menentang Tuhan. Setelah mendengar pertanyaannya, aku mengambil
tangannya dan menggenggamnya dengan erat agar tidak terlepas dari tanganku. “Mari
kita mulai. Aku akan menjawab permintaanmu tadi, tentang Raden Dewi Sartika. Raden
Dewi Sartika adalah salah satu pahlawan perempuan yang memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia, dimana Raden Dewi Sartika dilahirkan pada tanggal 4,
Desember, 1884, dan wafat pada tanggal 11, September 1947. Raden Ayu Dewi
Sartika merupakan anak kedua dari lima bersaudara, di mana beliau adalah
keturunan dari bangsawan. Setelah perang, Raden Ayu Dewi Sartika menikah dengan
pria Indonesia yang bernama Udin Gutama. Lalu, adik Raden Ayu Dewi Sartika,
Asep Palahudin, menikah dengan seorang wanita Jepang bernama Hibachi Tsunotsuke
dan mereka mempunyai anak bernama Shinichi Tatsumi. Tetapi, Hibachi Tsunotsuke
meninggal saat melahirkan, tetapi anak mereka berhasil dilahirkan, lalu Asep
Palahudin meninggal karena penyakit jantung akut. Beberapa tahun kemudian,
Shinichi memberi ide kepada Raden Ayu Dewi Sartika, untuk membuat sebuah
sekolah khusus wanita. Lalu, Raden Ayu Dewi Sartika membuat sekolah tersebut,
dengan nama Sekolah Isteri. pada ulang tahunnya yang ke-35, Raden Ayu Dewi
Sartika dianugrahi gelar Orde Van
Oranje-Nassau, sebagai penghargaan atas jasanya. Sampai sekarang pun, Raden
Ayu Dewi Sartika telah dikenal sebagai seorang Pahlawan Nasional dan Perintis
Pendidikan Wanita.”
Setelah penjelasan itu, Athena
terlihat kelelahan. “Rizky, I think I
need to sit down,” dia bilang padaku. Karena suatu hal, dia tiba-tiba
berbicara Bahasa Inggris. Saat Athena sedang beristirahat, Phalosa menghampiriku,
dan bilang, “Rizky, sepertinya aku dan Karma akan ke apartemen lebih dulu.
Karma sepertinya terlihat sakit.” Aku mengangguk-angguk untuk menjawab dia.
Setelah itu, mereka berdua berjalan keluar dari Monumen Perjuangan. “Ada lagi
yang ingin kamu ketahui, Athena?” aku bertanya pada dia. Lalu, dia menjawab,
“Apa kamu tahu, silsilah Raden Ayu Dewi Sartika?” Akhirnya, dia memberikanku
sebuah pertanyaan yang sangat mudah. “Tentu saja. Nama ayah beliau yaitu Raden
Rangga Somanegara. Raden Rangga Somanegara memiliki 5 anak. Anak pertama adalah
Rafie Hatta, dan yang kedua adalah Raden Ayu Dewi Sartika Yang ke-3 adalah Asep
Palahudin. Yang ke-4 adalah Naufal Swanto, dan anak bungsu bernama Salma
Santika.” Setelah mendengar penjelasan tadi, dia sekarang ingin pergi ke tempat
lain.
Kami berjalan keluar, dan saat
kami keluar, mobil kami sudah siap. Saat kami berempat mau masuk ke dalam mobil
tersebut, Nadif menarik aku dari Athena dan Isogai. “Ada apa?” aku bertanya.
“Rizky, sepertinya aku dan Isogai akan ke apartemen lebih dulu. Aku merasa
mual. Tenang, kami akan memakai angkutan kota.” Setelah itu Isogai menghampiri
kami, dan menarik Nadif. “Rizky-san,
arigatou gozaimasu,” Isogai bilang kepadaku. Kalau tidak salah, itu adalah
cara orang Jepang bilang terima kasih. Setelah itu, aku berbalik kepada Athena.
“Sepertinya kita sekarang hanya berdua saja?” ia bertanya. “Iya. Kamu ingin ke
mana?” aku bertanya kepada Athena. Lalu, dia menjawab, “Aku ingin ke tempat
dimana aku bisa mendapatkan pemandangan yang indah.” Jadi, pemandangan indah
yang dia incar? Aku sama sekali, tidak tahu tempat yang memberikan pemandangan
yang indah, kecuali… “Athena, aku tahu tempat di mana kita bisa melihat seluruh
Bandung.” Setelah aku bilang itu, mata Athena langsung berbinar-binar, karena penasaran.
Kami masuk ke dalam mobil, lalu aku menutup pintu mobil tersebut. “Di mana
tempat ini?” Athena bertanya. Lalu, aku menjawab, “Tempat ini adalah, Dago Giri.”
Dia langsung merasa sangat tidak sabar. aku bilang ke dia. Dia mengangguk untuk
menanggapiku. Beberapa saat setelah Athena mendapatkan informasi-informasi yang
sangat spesifik tadi saat di Monumen Perjuangan, ia jatuh tertidur. Saat
melihat dia tertidur, saat aku melihat kejalan di depan, dan sepertinya masih
akan lama, sampai di Dago Giri, jadi, aku ingin tidur dulu untuk sejenak. Aku
melihat jam tanganku, sekarang sudah pukul 11 siang. Aku hanya bisa berharap,
aku tertidur sampai sekitar jam tujuh malam, agar pemandangan dari Dago Giri
itu lagi semaksimal-maksimalnya. Setelah aku tertidur, mobil mulai bergerak,
dan jalanan menuju Dago Giri, mulai lancar, untuk sesaat. Aku terbangun dari
tidurku yang sangat lelap dan nyenyak. Aku melihat jam tanganku, dan sepertinya
permohonanku itu terkabulkan. Aku tertidur, selama delapan jam setengah !
Aku selalu ingin tertidur
selama itu. Aku melihat di sebelahku, tidak ada Athena. Aku melihat keluar, dan
disanalah dia berada. Aku juga ikut keluar, untuk melihat pemandangan Bandung,
saat malam. Dia terduduk disana, menatap kebawah. Aku juga ikut duduk, tetapi
sepertinya dia sedang melamun. Aku menjentikkan jariku untuk memastikan dia
tidak melamun untuk terlalu lama. “Athena,
wake-up. Is not very good to be in the clouds for too long”, ujarku kepada
dia. Dia mengangguk-ngangguk, tapi sepertinya dia masih ling-lung akan
sekitarnya. Setelah itu, kami berdua melihat pemandangan bercahaya, Bandung
malam. “Menurutmu, ini tempat yang tepat, bukan?”, aku bertanya. Lalu, dia
melihatku dengan penuh senyum, dan bilang, “Ya! Ini adalah tempat paling bagus
di seluruh Bandung!”. Mendengar perkataannya, aku merasa lega. “Athena, aku
ingin tahu,” ujarku. Dia melihatku kebingungan. “Sepertinya kamu hanya tertarik
kepada Raden Ayu Dewi Sartika saja. Mengapa?“ Dia mengangguk-angguk, lalu dia
mulai menjelaskan.
“Sebenarnya, aku tidak tertarik
pada awalnya. Tetapi, setelah aku melihat silsilah keluargaku, Raden Ayu Dewi
Sartika adalah bibiku. Lalu, aku meminta penjelasan dari kakekku, yaitu cucunya
Asep Palahudin. Ternyata, Raden Ayu Dewi Sartika adalah orang Indonesia. Lalu,
sekolah mengajukan pertukaran murid antara Indonesia dan Jepang. Aku mengajukan
diri agar bisa mendapatkan penjelasan tentang bibiku. Itulah kebenarannya.
" Setelah mendengar penjelasannnya, aku mulai mengerti.
“Apakah hanya itu?” aku
bertanya kepada dia. Lalu. Dia menjawab, “Sebelum kakakku yang ke-tiga pergi ke
Italia, dia memberikanku sebuah kalung dan sebuah cincin yang terbuat dari emas
dan berlian. Aku kira ini hanyalah sebuah hadiah untuk mengenang dia, tetapi
sesungguhnya, kalung dan cincin ini dari ibu kami, yang beliau dapatkan dari
neneknya. Dan, ternyata neneknya adalah Raden Ayu Dewi Sartika.” Ternyata,
keluarganya itu sangat mendalam. Kalau dipikir-pikir lagi, berarti Athena
adalah keluarga bangsawan dari Indonesia? Semua hal ini membuatku bingung.
“Mengapa kamu jadi tinggal di Jepang?” aku bertanya kepada dia. Lalu, dia
menjawab, “Aku ikut ayah dan ibuku ke Jepang, karena mereka bilang Indonesia
adalah negara penuh Yakuza.” Yakuza?
Oh, sekarang aku ingat! Yakuza adalah panggilan untuk preman dalam Bahasa
Jepang. “Sebenarnya ada yang lain lagi,” dia bilang padaku. “Ayahku mendengar
dari nenekku, bahwa aku mewariskan semua harta milik buyutku, Raden Ayu Dewi
Sartika.” Mendengar itu membuatku sangat terkejut. Dia sudah menjadi cucu
seorang Pahlawan Nasional, dan sekarang, dia memberitahukanku bahwa dia
mendapatkan seluruh warisan milik Raden Ayu Dewi Sartika! Aku menganggap semua
itu mustahil, tetapi menjadi kenyataan. “Bolehkah aku mendapatkan sedikit
warisanmu?” aku bertanya kepada dia. Lalu dia menjawab, “Boleh saja, tetapi,
masih ada beberapa permintaan dariku.”
Aku sangat menanti pertanyaan ini. Semoga saja pertanyaan yang dilontarkan
tidak terlalu menyusahkan. “Pertama, aku ingin lebih banyak pengalaman di
Bandung. Ke-2, aku ingin bertemu teman-temanmu di Sekolah Tunas Unggul. Dan
yang ke-3, aku ingin mengetahui lebih banyak tentang Raden Ayu Dewi Sartika.
Yang ke-4, aku ingin mengetahui silsilah Raden Ayu Dewi Sartika lebih banyak
dan lebih dalam. Dan yang terakhir, Rizky, aku ingin ke tempat lain, dan aku
ingin mendengarkan suatu hal lagi,” dia meminta. Semoga, pertanyaan kali ini
lebih sulit, karena empat pertanyaan sebelumnya, entah kenapa, terasa sangat
mudah. Lalu, aku menanyakan balik, “Baiklah. Kamu ingin ke mana, Athena?” Lalu,
dia bilang, “Aku ingin ke tempat dimana kita bisa berdua saja. Lalu, aku ingin
mendengar segalanya tentang dirimu.” Mendengar itu, aku tersanjung. “Baiklah,
tetapi ini akan menjadi malam yang panjang, karena ada banyak hal yang bisa
diceritakan dariku. Kemungkinan kita sampai di apartemen, jam sepuluh, bisakah
kamu bangun sampai larut malam?” Dia mengangguk-ngangguk dengan penuh
kesenangan, dan ketidaksabaran. "Baiklah, Athena. Mari kita mulai."
The End